Resensi Tulus tapi Cerdik
Judul Buku : Tulus tapi Cerdik
Pengarang : Pratiwi Putri Tjahjono
Penerbit : Pohon Cahaya
Terbit : 2022, 148 halaman
Peresensi: Agnes KusumaSetiap hari, setiap saat, ada ‘sesuatu’ yang terjadi dalam hidup kita. Kita mengalami berbagai peristiwa yang tidak hanya sekedar meninggalkan perasaan senang, sedih, kecewa, marah, bingung, atau perasaan yang lain tapi peristiwa yang memuat pesan yang tersurat atau kadang tersirat, yang mungkin mengubah hidup kita. Bila kita tidak peka atau tidak belajar untuk peka, semua peristiwa itu tampak lumrah atau biasa terjadi, tapi ketika kita mencoba mengolahnya, kita akan menemukan banyak hal di sana.
Pratiwi Putri Tjahjono, seorang penerjemah tersumpah (IHK Sworn Translator) yang gemar membaca dan menulis lahir di Malang 25 Juli 1966. Ibu yang mempunyai satu putri ini dibesarkan di Surabaya dan saat ini aktif sebagai pengajar SEP (Sentra Evangelisasi Pribadi) St. Yohanes Penginjil – Keuskupan Surabaya. Sebagai pengajar SEP, beliau dituntut untuk merenungkan berbagai peristiwa yang dialami dalam hidupnya, dan hasil refleksi dari kisah kehidupan yang beliau alami tertuang menjadi inspirasi yang dibagikan pada pembaca dalam buku ini.
Buku yang berukuran 14,5 cm x 21,5 cm ini berisi tiga puluh cerita sehari-hari yang mungkin juga kita alami. Dari pengalaman pribadi seperti merayakan ulang tahun, pengalaman jatuh cinta dan dikecewakan, pengalaman saat SMA, bersama teman dan rekan kerja. Pengalaman masa lalu hingga saat pandemi yang baru saja terjadi. interaksi dengan suami, anak dan keluarga besar. Suasana hati mendengar orang bersenandung, pengalaman gagal, pengembangan diri, dan juga pengalaman menggunakan sosial media. Peristiwa ‘biasa’ yang terjadi dalam hidup kita ditulis ringkas dalam satu atau dua halaman direfleksikan oleh Ibu Putri dalam satu atau dua paragraf pada akhir cerita.
Menarik? Ya, karena pembaca digiring untuk melihat pengalaman pribadinya, sudahkah pembaca menemukan ‘sesuatu’ dari kisah sehari-hari itu? Sudahkah pembaca peka bahwa sifatnya yang seperti dalam cerita itu bakal merepotkan, membahayakan, atau bahkan menghancurkan dirinya? Refleksi yang ditulis oleh Ibu Putri, yang beliau sebut inspirasi ini memberi pemahaman baru, misalnya,
“Dengan memberi, Anda akan menerima; dengan menyapa, Anda akan disapa; dengan memperhatikan, Anda tidak akan merasa diabaikan…”( hal 116)
Dan pada pembaca yang tidak kenal akrab dengan sosmed dan tidak sadar akan kejahatan yang dapat dilakukan dengan teknologi, dikatakan bahwa saat in kita semua harus waspada dengan kemajuan jaman. Ibu Putri mengajak pembaca untuk cerdik seperti ular
“… yang memiliki dua buah radar unik untuk mengenali mangsa, bahaya, dan keadaan sekitarnya. Gerakannya yang lamban merayap membuat ular tidak mungkin bertindak agresif. Pelan tapi pasti, ular dapat bereaksi sesuai informasi yang diterimanya.” ( hal 144)
Sayang ada yang kurang pas dengan bagian awal dari buku ini. Penulis kurang dapat memilih kalimat yang mengalir untuk menghubungkan alasan seseorang tidak ingin merayakan ulang tahunnya dengan sifat manusia yang introver dan ekstrover. Juga dalam beberapa cerita dalam bab awal yang lain, bila penulis dapat menggali lebih banyak, dia dapat menghasilkan refleksi yang lebih menarik. Seperti di bagian 10, dengan menjelaskan lebih detail alasan perceraian wanita itu sehingga dia kehilangan keluarga dan hartanya, pembaca akan dapat melihat dengan jelas hubungan cerita dengan refleksinya. Ya, mungkin karena buku ini merupakan hasil refleksi, apa saja dapat muncul saat kita merenungkan sesuatu. Tapi semakin ke belakang, cerita dan refleksinya semakin dalam dan sesuai. Mungkin bab-bab awal itu merupakan hasil refleksi penulis saat beliau mulai belajar berefleksi, jadi belum terolah dengan baik.
Satu lagi, seringkali penulis kurang jeli memilih judul yang sesuai atau menyelaraskan judul, isi cerita dan refleksi. Di bagian 24, ‘Harapan Seorang Adik’ berisi tentang relasi antar saudara kandung. Isi cerita dan refleksinya sudah sesuai, tapi terasa kurang ‘klik’ dengan judulnya.
Tulus tapi Cerdik adalah buku inspirasi yang berisi pesan yang akan membuat kita maju selangkah lebih jauh, menjadi insan dengan pribadi yang tangguh sekaligus bijaksana.
Agnes Kusuma– penulis biografi dan novel, penulis renungan mingguan di gereja St Yusup Gedangan, katekis, lahir di Semarang.