Judul Buku : Gauri
Penulis : Vincentia Anna
Penerbit : Pohon Cahaya
Tahun : 2021
Tebal Buku : 357
Peresensi : Khartinni
Sebelum membeli buku ini, saya sempat bertanya ke teman yang sudah membaca, apa artinya Gauri dan dari bahasa apa? Ternyata Gauri adalah nama tokoh di novel yang di tulis oleh ibu Vincentia Anna, sebuah kisah perjuangan seorang Wanita yang menarik.
“Sikap priyayi yang utama sebagai istri adalah njaga praja, menjaga keutuhan dan kehormatan rumah tangga, menjadi poros penyeimbang yang membuat rumah tangga jadi harmonis. Yang pertama kamu harus setia kepada Gusti Allah, semesta, ngabekti-berbakti pada suamimu, mikul dhuwur mendhem jero-menghormati serta menjunjung tinggi, dan mengubur semua keburukan suami”.
Pesan eyang putri saat Gauri bertekad meneruskan rumah tangganya yang sudah bermasalah dari awal, melekat erat dalam ingatannya. Gauri mencoba bertahan dengan hidup bersama Desta suaminya. Sebagai wanita jawa keturunan ningrat, Gauri sangat memahami nilai-nila kewanitaan, bukan hanya memahamai tetapi juga menerapkan dalam hidupnya.
Namun saat harga dirinya diinjak-injak, dan menerima perlakuan kekerasan fisik dan psikhis diluar batas, Gauri akhirnya dengan tegas memutuskan mengakhiri bahtera rumah tangganya.
Buku pertama dari Trilogi Para Puan ini, sungguh menarik untuk dibaca, disamping penuh dengan filosofi budaya jawa, konflik yang ada diantara tokohnya menarik, demikian juga cara penyelesainnya.
Yang kedua latar belakang penulis sebagai owner biro perjalanan, membuatnya sering bepergian ke beberapa kota dan negara, sehingga bisa menggambarkan secara detail dan apik setiap sudut kota kemana Gauri pergi. Bukan hanya tempat tetapi juga jenis makanan khas masing masing daerah, pembaca seolah dibawa berselancar menikmati kuliner di beberapa kota, dimana Gauri berada.
Ketiga, mengingatkan pembaca bahwa logika berpikir diperlukan dalam memutuskan masalah. Seperti nilai dan tradisi tidak berarti harga mati yang harus ditaati, dari beberapa masalah yang timbul , penulis menganalisa masalah menggunakan logikanya sebagai wanita karier yang sukses. Seperti tertulis dalam Bab 3, saat eyang putri mendapatkan hasil tiba pati, ketika tanggal lahir Gauri dan Desta disatukan. Tiba pati/mati artinya akan nada bencana dalam perkawinan mereka berdua, bisa berupa mati secara rejeki/ekonomi, mati dalam arti harafiah yaitu meninggal atau pati dalam bentuk lain. Umumnya orang akan membatalkan pernikahannya dengan hasil hitungan tersebut. Tetapi Gauri berpikir kalau mati rejeki, masih bisa di atasi karena mereka berdua bekerja dan mempunyai bisnis sampingan, kalau mati muda antara dirinya atau Desta, itu takdir yang tidak bisa ditolak. Dengan logika berpikir seperti itu Gauri tetap memutuskan menikah. Demikian juga dari keluarga inti juga memberikan bekal spiritual untuk meminimalis tiba pati tersebut.
Hal yang sedikit mengganggu adalah pemilihan puncak karier tokoh Bintang sebagai presiden, menjadikan pembaca menebak-nebak presiden yang keberapa ini? Dan juga menjadi fiksi sekali, sementara alur dari awal pembaca seolah mengikuti kisah hidup putri keluarga ningrat dengan segala permasalahannya. Seandainya cukup sebagai menteri saja, pasti lebih asyik perjalanan cinta Gauri dan mas Bintang, tidak perlu mengalami kecelakaan pesawat yang tragis, sehingga bisa bertemu di buku ke dua.
Khartinni, senang menulis dan membaca sejak usia remaja, puisi dan cerita-cerita kecilnya, pernah dimuat di media cetak. Namun kesenangan menulis sempat berhenti ketika mulai bekerja dan mengurus tiga putranya. Minat menulis kembali muncul kala bergabung dengan Akademi Penulis Buku dan Komunitas Menulis lainnya. Sampai saat ini sudah menulis enam antologi, tentang cerita anak, kisah inspiratif, puisi dan flash fiction. Disamping menulis, berkebun, art & craft adalah hobinya.