Judul: Alita – Jalan Panjang Kesendirian
Penulis: Atika Hdy
Tebal Buku: 241 halaman
Penerbit: Stiletto Indie Book, Yogyakarta
Tahun Terbit: 2022
Peresensi: Ika Budiwanti Patte
Novel perdana karya Atika Hdy ini berkisah tentang Alita yang pernikahannya harus kandas karena perlakuan Iksan, suaminya. Alita memilih berpisah daripada terus direndahkan oleh Iksan dan keluarganya. Dalam keterpurukannya, Alita pulang ke rumah ibunya di Bengkulu untuk mencari kedamaian dalam pelukan ibu dan adiknya, Keisha.
Rupanya gunjingan tetangga akan status janda mudanya mengusik ketenangan Alita. Dia iba akan perasaan ibunya yang begitu menyayanginya. Akhirnya Alita memutuskan untuk kembali bekerja di kantor, menyibukkan diri, dan melupakan masa pahitnya. Kantor yang menjadi awal pertemuannya dengan Rama, tamu bosnya. Sosok Rama menarik perhatian Alita. Percakapan mereka di Pantai Panjang menjadi tempat mereka lebih saling mengenal, dan Alita mulai merasakan degup cinta lagi. Senja menjadi saksi kegalauan Alita.
Kekuatan novel ini dimulai di halaman pertama dengan adegan sidang perceraian Alita dan Iksan di kantor pengadilan agama. Gebrakan yang cerdas untuk membuat pembaca penasaran akan sebab perceraian pasangan muda itu. Suasana tegang di ruang sidang perceraian di kantor pengadilan agama bisa digambarkan secara detail oleh penulis. Rasa sakit, marah, kesal Alita karena dikhianati suaminya juga membuat emosi pembaca larut dalam empati ingin membela Alita. Pergulatan batin dan kesedihan Alita bisa digambarkan penulis dengan sangat menyentuh. Kejutan-kejutan kecil di sepanjang kisah membuat pembaca terus mengikuti kisah untuk mencari kejutan berikutnya.
Plot di novel ini mudah diikuti oleh pembaca karena dikemas dengan menarik dengan deskripsi detail. Latar sosial budaya di Bengkulu juga menambah manisnya novel ini. Celetukan dalam bahasa setempat membuat pembaca makin larut dalam percakapan di kisah Alita. Bahasa yang digunakan penulis santun dan halus menyentuh namun bisa menggambarkan sakit hati dan amarah dengan baik.
Tokoh-tokoh pendamping seperti Ibu, Keisha, teman-teman kantor Alita juga menghidupkan kisah ini dengan baik. Pemilihan nama karakter dan pembedaan cara bicara serta tingkah laku karakter dalam kisah ini, membantu pembaca memproyeksikan sebuah film di benak mereka. Dialog antar tokoh mengalir lancar dan renyah, sungguh mengasyikkan untuk dibaca. Kedekatan hubungan Alita dan ibunya juga sangat manis digambarkan, mengingatkan pembaca akan sosok ibu yang selalu dibutuhkan anak-anaknya untuk mencari cinta sejati dan kasih sayang tanpa batas dalam kondisi terburuk di hidup mereka. Pembaca dibuat teringat sosok ibu yang ingin mereka peluk erat-erat.
Pembaca pasti jatuh cinta pada sosok Rama dan mendamba Alita bisa bersama dengannya. Kejutan pertemuan Rama dan Chyntia semakin mengaduk perasaan pembaca untuk berempati kepada Alita.
Satu hal yang dirasa ‘terlalu kebetulan’ adalah pertemuan Alita dengan Doni di Jakarta dalam suatu peristiwa. Namun ending kisah Alita tidak cliché, apik, dan pasti menimbulkan harapan baik pembaca akan nasib Alita. Novel ‘Alita’ adalah novel yang kisah dan tokohnya bisa diingat terus oleh pembaca, termasuk beberapa dialog dan scene. Adegan favoritku adalah ketika Alita dan Rama sedang di pantai Panjang suatu senja, tanpa sengaja tangan mereka bersentuhan. Adegan itu digambarkan penulis dengan manis sekali tanpa terkesan cheesy. Novel ini jelas membuatku ingin mengunjungi Bengkulu, terutama pantai Panjang. Menikmati senja sambil menghirup kopi hitam Bengkulu sambil ‘menguping’ percakapan Alita dan Rama.
Novel ini menemaniku di pesawat Super Air Jet, Balikpapan – Jakarta, 31 Maret 2022 lalu. Maskerku basah oleh air mataku untuk Alita dan perjuangannya.
Peresensi: Ika Budiwanti Patte, guru yang suka belajar menulis.
Bagus-bagus sekali resensinya, membuat penasaran ingin mengoleksi semua buku yang diulas. Sukses selalu untuk Akademi Penulis Buku dan siswa-siswanya.