Penulis : Ika Patte
Penerbit : Stilletto, 2021
Tebal buku : 129 halaman
Peresensi: Khartinni Vincensia
Buku yang ditulis oleh Ika Patte ini berkisah tentang kehidupan Mera sebagai tokoh utama.
Mera kecil tumbuh dalam lingkungan keluarga Jawa, masa kecil Mera boleh dikatakan kurang bahagia karena kurang mendapatkan kasih sayang terutama dari ayahnya. Sementara ibu kandungnya tidak bisa mengekspresikan rasa sayangnya, bahkan cenderung menjaga jarak dan menjadikan Mera objek pelampiasan kemarahan saat ada masalah dalam keluarganya. Setia pada masalah dalam kehidupannya ibu selalu menyebut Mera sebagai penyebabnya. Mera mempunyai seorang adik, Mera melihat adiknya ini mendapatkan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya. Perbedaan sikap ini selalu membuat Mera bertanya siapa dirinya sebenarnya? Pertanyaan yang tidak pernah dijawab oleh ibunya.
Layaknya keluarga Jawa dari lingkungan menengah ke atas, mereka mempunyai asisten rumah tangga untuk membantu semua urusan pekerjaan rumah. Mbok Pon nama asisten ini, sejak Mera kecil sudah bekerja, sehingga sangat sayang ke Mera dan menjadi penghibur kala Mera sedang merasa sedih atas sikap kedua orang tuanya.
Pengalaman masa kecil yang kurang mengenakkan ini terekam jelas dan menumpuk dalam ruang bawah sadar di kepala Mera. Pada saat ada peristiwa yang mendera di tahun pertama perkawinannya, semua bagaikan bom waktu yang meledak, Mera menjadi stres berkepanjangan yang kemudian depressi berat dan mempengaruhi kondisi psikhisnya. Beruntung Mera bersahabat dengan temannya yang berprofesi sebagai psikolog, dari beberapa kali pertemuan, Puput sahabat Mera memberitahukan ke keluarga Mera kalau keadaan Mera cukup mengkhawatirkan.
Kondisi Mera yang semakin memprihatinkan membuat ibunya sadar akan kekeliruannya selama ini dalam membesarkan Mera. Dengan caranya sendiri dia mecoba membantu Mera untuk keluar dari kemelut masalahnya dengan harapan bisa mengurangi beban psikologis Mera.
Ada pelajaran yang bisa dipetik dari cerita ini bahwa penerimaan anak sejak dalam kandungan dan pola asuh di usia anak, bisa berimbas ke perkembangan berikutnya. Sesuai dengan judulnya yaitu Tabir, pembaca diajak secara perlahan dan pasti . Cerita yang dimulai saat Mera depresi dan berhalusinasi membuat pembaca beranggapan ini cerita semi horror, membuat pembaca untuk terus membuka halaman per halaman untuk menemukan ending cerita ini.
Dalam menggambarkan saat Mera depresi berat, sedikit agak membingungkan, antara halusinasi Mera atau Mera mempunyai sixsense? Namun secara keseluruhan ide cerita menarik, demikian juga cara menyampaikan cerita sesuai dengan jamannya.
Khartinni Vincensia, suka menulis puisi dan cerita pendek sejak SMP. Pengalaman sukses menulis di alami pertama kali kala puisinya dimuat di rubrik Kompas Anak, Harian Kompas. Namun, kesukaan menulis sempat berhenti karena menikah dan bekerja. Kini di usia pensiun, Khartinni menekuni hobi berkebun dan membuat pernak-pernik kerajinan tangan. Minat menulis kembali bangkit saat bergabung dengan Akademi Penulis Buku dan komunitas menulis lainnya. Tulisannya masih terbatas pada antologi kumpulan cerita anak dan kumpulan puisi. Berteman dengan Kartini dapat melalui Facebook @Kartini Budi serta Instagram @Khartinni dan @karya_Khartinni.