Judul : Desita
Pengarang : Christina Yoga
Penerbit : Orbit Indonesia
Jumlah halaman: 206
Peresensi: Bidhari Andana
Sebuah novel debut karya Christina Yoga yang berlatar belakang pendidikan psikologi ini bercerita tentang Desita seorang gadis yang mengalami trauma psikologis sejak masa kecilnya. Diceritakan secara flashback mulai bab kedua, rentetan peristiwa yang menggoreskan luka demi luka dalam hidupnya. Dimulai ketika usia SD, Desita mengalami pelecehan seksual oleh seorang petugas cleaning service di sekolahnya. Sebuah peristiwa yang ia tutup rapat-rapat dan tidak pernah bisa ia ceritakan kepada siapa pun termasuk kepada kedua orang tuanya.
Ketika Desita baru memulai kehidupannya sebagai seorang mahasiswa, mamanya meninggal secara mendadak. Masih terpuruk karena kepergian mamanya, kekasih—cinta pertama Desita—juga meninggalkannya. Selain berbagai peristiwa yang ia alami sejak kecil— yang membuatnya tumbuh dalam luka batin—dua peristiwa nyaris berturutan tadi tampaknya memicu depresi beratnya. Pengalaman ditinggalkan dan merasa diri tidak diinginkan, mengoyak luka-luka lama yang telah menumpuk dan menggerogoti kesehatan mentalnya.
Sejak itu Desita mulai melupakan kuliahnya. Hari-harinya kelam. Tak ada hal produktif yang bisa ia lakukan selain mengurung diri di kamar kostnya.
Keadaan Desita kian mengkhawatirkan dan membahayakan, bahkan beberapa kali ia melakukan percobaan bunuh diri. Hingga akhirnya ia terpaksa dibawa ke Rumah Sakit Jiwa oleh kerabatnya. Desita didiagnosa mengidap Skizofrenia tipe depresif.
Hari-hari pasang surut dilalui oleh Desita hingga sepuluh tahun lamanya. Saat kondisi mentalnya dianggap membaik, dia bisa tinggal bersama kerabatnya, menjadi bagian dari masyarakat biasa. Namun ketika kondisinya kembali memburuk, dan dia harus kembali masuk ke bangsal RSJ.
Salah satu peristiwa penting dalam perjalanan hidup Desita adalah ketika diceritakan bahwa Desita hamil. Siapakah orang yang tega menghamilinya? Saya tak perlu penasaran terlalu lama. Pertanyaan itu terjawab pada bab selanjutnya. Sebuah jawaban yang membuat saya pribadi terenyuh. Ternyata bagaimanapun kondisi mental seseorang, ia adalah tetap seorang manusia yang juga memiliki hasrat seksual terhadap lawan jenis. Maka hubungan itu terjadi atas keinginan Desita juga. Dan Sembilan bulan kemudian, seorang bayi laki-laki lahir dari rahim Desita.
Saya sebagai seorang ibu, ikut diaduk-aduk perasaannya ketika Mbak Christina menceritakan bagaimana Desita yang sedang berjuang untuk kestabilan mentalnya, juga harus berjuang menahan rindu yang amat sangat untuk bertemu, memeluk, dan menyusui buah rahimnya.
Lalu bagaimana nasib Desita melalui pasang surut kehidupannya selama sepuluh tahun keluar-masuk RSJ? Ada sebuah kalimat yang bagi saya powerful dalam novel ini, yang menjadi benang merah dari setiap peristiwa yang dilalui Desita: “setitik harapan bisa menyelamatkanmu”.
Penggambaran berbagai peristiwa dan perilaku Desita dalam novel ini menumbuhkan rasa empati pada orang awam—bahkan yang belum pernah bersinggungan dengan ODGJ seperti saya—tidak hanya terhadap ODGJ tetapi juga terhadap kerabatnya dan para caregiver ODGJ. Mbak Christina melalui buku ini ingin mengajak pembaca untuk mulai aware dan merawat kesehatan mental. Seperti yang ditulisnya dalam Prakata bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan dengan kesehatan raga yang harus sama-sama dirawat.
Sebagai seorang ibu, saya pun merasa disentil, sudahkah saya memperhatikan kesehatan mental anak saya? Apa yang dialami seorang anak bahkan sejak bayi, akan berpengaruh pada kesehatan mentalnya di masa dewasa.
Alur novel Desita mudah dipahami. Diksi yang digunakan juga cukup sederhana. Satu hal yang menurut saya bisa membuat cerita novel ini lebih dramatis adalah dengan menggali lebih jauh karakter tokoh antagonis yang kuat. Kecuali dilupakan oleh ayah kandung dan ayah angkatnya, kesan yang ditangkap dalam novel ini adalah Desita selalu beruntung bertemu dan ditolong oleh orang-orang baik, bahkan orang yang belum terlalu mengenalnya.
Bidhari Andana, mempunyai sapaan akrab Nana, adalah seorang full-time mom sejak tahun 2013. Waktunya sehari-hari banyak dihabiskan untuk menemani putri semata wayangnya yang saat ini memasuki usia pra-remaja. Putrinya adalah salah satu sumber inspirasi yang membuatnya senang menulis. “Bersemi di Mentari” adalah novel perdananya setelah sebelumnya pernah menjadi kontributor dalam buku antologi “Sekolah di Stece itu Seru” serta menulis dua buku koleksi pribadi berisi kisah-kisah bersama suami dan putrinya. Nana dan keluarganya saat ini tinggal di Jakarta Timur. Ia dapat dihubungi di Instagram @andana_bidhari, Facebook Bidhari Andana, dan email andanawesthi@gmail.com.